Minggu, 28 Oktober 2012

Aku merindu - #1Hari1Puisi

Aku merindu 

Mengingatmu tak buatku pilu
Namun Luka dalam bahagiaku ternyata menyeru
Syahdu pada mataku ternyata membelalak kaku
Sedih dalam tawaku ternyata lelah membisu
Aku merindu
Amat merindu.

Senin, 22 Oktober 2012

Dua - #1Hari1Puisi

Dua 
@oriiind



satu tambah satu sama dengan dua.
aku dan kamu seperti dua arah angin yang bertolak belakang namun saling membutuhkan.
dua jiwa yang tertahan dalam egoisme yang tinggi.
dua benua yang awalnya satu lalu terpisah jauh.
dua perpaduan rasa yang dinamis lalu menjadi hambar.
        BUBAR-

Haluan - #1Hari1Puisi


Haluan 
@ahmad_muslim


Haluan

Inilah kapalku memecah samudra
Bangga ku dalam perjalanan
Mencari sebuah impian di atas samudra
Dengan kapal besar impian

Kadang terdesak ombak ke kiri
Kadang terdesak ombak ke kanan
Layar telah terkembang tak bisa kukendali
Angin telah mendesak tak bisa kutahan

Karang pun menghadang
Lambung pun tergores hingga meradang

Ombak mengamuk
Tak bisa aku mengantuk
Di saat awak-awak menyebar kata-kata terkutuk

Ketika ombak setinggi gunung menghadang
tak akan kulemparkan haluan pulang ke kandang
Hanya segumpal harapan akan keselamatan
hingga fajar esok mengembang
Dan di akhiri dengan daratan senyuman

Sang Pengantar Surat - #1Pekan1Cerita

Sang Pengantar Surat


Tahun 1945, Indonesia dalam puncak-puncaknya pergerakan kemerdekaan. Bak sebuah melodrama yang penuh dengan bisikan-bisikan semangat, amarah dalam tatapan seorang penonton yang haru biru dalam memperjuangkan kemerdekaan, kini mereka tiba pada sebuah cerita. Ketika Soekarno dan Muhamad Hatta diculik ke Rengasdengklok. Malam itu suasana di rumah Laksamana Muda Maeda begitu mencekam. Semuanya telah yakin bahwa besok Indonesia pasti merdeka.

Aku hanyalah seorang yang tidak penting, seorang tukang pos yang ditarik-tarik oleh saudara sepupuku Soeyanto. Seorang pembantu yang bekerja di rumah Laksamana Muda Maeda. Aku belum pernah melihat tokoh yang selalu dieluk-elukan para pemuda itu. Sejujurnya aku sendiri tak mengerti tentang apa rencana mereka untuk membuat Indonesia merdeka. Yang jelas, aku hanya mengetahui bahwa malam ini mereka merencanakan sesuatu yang besar.

“Yanto!” panggilku. “Piye?”

“Tulung yo, kirimno surat iki nang Malang. Aku ora ngerti sesuk jik urip opo ora. Sing jelas, sesuk aku bakal melu uwong-uwong nang lapangan,” kata Soeyanto.

“Lumayan angel lho mlaku nang Malang, lagian saiki lagi genting kondisine,” kataku.

“Kau tahu bagaimana perasaanku kepada Yuyun. Kangen lan khawatir. Tapi sing jelas, aku yakin sesuk Indonesia merdeka. Tulung ya, iki surat isine aku bakal balik ke Malang bulan depan. Langsung aku akan melamar Yuyun,” kata Yanto.

Ternyata ini surat cinta. Memang Yanto dan Yuyun sudah saling cinta sejak lama. Akulah orang yang menjodohkan mereka. Awalnya karena Yanto melihat Yuyun pada hari Raya Idul Fitri dua tahun yang lalu. Dia adalah salah satu pembantu di salah satu rumah di daerah Menteng ini. Rumah seorang berkebangsaan Inggris yang sangat disegani. Ketika Jepang datang, rumah itu masih dihuni namun pemiliknya pergi. Jadi hanya pembantu-pembantunya saja yang tinggal di rumah itu.

Percintaan Yanto dan Yuyun boleh dibilang sangat romantis. Kadang Yanto mengirimkan bunga mawar, walaupun gajinya sebagai kacung di rumah perwira Jepang ini tidak seberapa. Mereka selalu kirim-kiriman surat. Namun lima bulan yang lalu Yuyun harus kembali ke kampung halamannya di Malang. Ia pulang karena orang tuanya sakit keras. Yanto berjanji akan menikahi Yuyun setelah Indonesia merdeka dari cengkeraman penjajah. Sebuah janji yang romantis dan penuh ambisius. Perpisahan mereka bak film-film barat yang kadang diputar di layar tancap berwarna hitam putih. Aku yang jadi saudaranya pun jadi iri melihatnya.

Pagi hari ini ketika Subuh, aku memompa sepedaku yang biasa aku gunakan untuk mengirimkan surat. Pekerjaanku menjadi pengantar surat sudah lama aku tekuni. Gajiku cukup lumayan untuk bisa menyambung hidup. Setelah sholat Subuh, secara mengejutkan Yanto mengatakan bahwa Soekarno dan Muhammad Hatta ada di rumahnya. Tapi ia menyuruhku untuk tidak memberitahukannya kepada siapapun. Yanto tahu bahwa besok aku akan pergi ke Malang untuk mengawal paket kiriman. Sehingga karena searah, ia pun memintaku untuk membantunya.

Buatku sama sekali tak masalah, karena ia adalah keluargaku sendiri. Aku mengiyakannya. Aku sesekali melongok ke dalam rumah Laksamana Maeda, tidak bisa terlihat jelas apa yang mereka bicarakan di dalam sana. Sesaat sebelum pergi malam itu, aku melihat seseorang dengan blankon masuk. Aku sempat melihatnya sejenak. Aku tak tahu siapa dia tapi tampaknya dia orang yang sangat penting dan berwibawa.

Sebuah mobil Cadilac 48 berwarna hitam terparkir di halaman rumah. Siapa pemilik mobil ini? Tapi masa bodoh, aku sudah menerima surat yang harus aku kirimkan ke pemiliknya. Akhirnya malam itu pun aku langsung pergi ke stasiun. Aku tak membawa barang banyak, karena memang aku cuma sebentar saja di Malang. Hanya menggunakan seragam khas seorang kurir. Baju berwarna coklat agak mbulak, celana selutut dan sepatu hitam dengan kaus kaki hampir mengenai lutut. Tak lupa dengan topi seperti tempurung kura-kura yang selalu aku pakai.

Aku kayuh sepedaku, tak lupa aku pasang lapu untuk menerangi jalanan yang sepi di Rengasdengklok ini. Aku perlu waktu paling tidak hampir dua jam lamanya, karena harus melewati beberapa pos penjagaan tentara Jepang. Mereka memeriksaku apakah aku benar-benar orang berbahaya atau tidak. Berkali-kali para pemuda saling memberi salam “merdeka” kepada teman-temannya. Seolah-olah mereka tahu bahwa besok akan merdeka.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan yang melelahkan aku sudah berada di dalam gerbong kereta di Stasiun Karawang. Selama di gerbong, aku banyak terdiam. Walaupun rasa penasaranku menjadi-jadi untuk membuka surat yang Yanto kirimkan. Aku sangat penasaran, bagaimana Yanto yang orangnya kurus kering itu bisa mendapatkan Yuyun yang sangat cantik itu. Padahal aku cuma mengenalkan mereka sekali. Dan itu pun hanya kubuat bercanda saja. Tapi aku tak berani membukanya. Namanya juga amanah.

Di dalam kereta ini, aku lebih banyak tidur. Rekan kerjaku yang ikut membawa paket pun ikut tertidur. Ia juga tak banyak bicara selain menawarkan makanan atau minuman untuk mengganjal perut dalam perjalanan ini. Kereta ini berjalan lumayan lambat, perkiraanku siang hari baru sampai Malang.

***

Aku dibangunkan oleh silaunya sinar matahari yang masuk melalui jendela. Buru-buru aku sholat Subuh, sekalipun telat. Sholat dalam perjalanan memang sungguh nikmat. Serasa lebih khusyu' daripada sholat di kampung halaman. Perjalanan panjang pun akhirnya berakhir juga. Kami sampai di Malang ketika matahari sudah terik.

Segera kami membawa barang-barang kami keluar. Berdesak-desakan sama seperti ketika kami berada di Karawang. Namun bedanya di sini pos penjagaan tentara Jepang agak longgar, entah kenapa. Kami buru-buru untuk menuju ke kantor tempat paket ini di tempatkan untuk sementara sebelum di distribusikan ke masing-masing alamat. Kami berhenti di sebuah Delman yang terparkir tak jauh dari pintu stasiun.

Setelah sepakat dengan harga kami pun naik delman itu sampai ke kantor pos. Langsung kami menurunkan barang-barang begitu sampai di kantor pos. Namun ternyata urusannya tak sekedar menurunkan barang-barang saja. Kita tetap harus mendata semua barang. Hingga akhirnya ternyata urusan ini lebih melelahkan daripada yang aku kira. Tepat sore hari kami sudah selesai.

Aku sempatkan diri untuk makan bersama kawanku sambil nunggu kereta yang akan berangkat malam hari nanti. Oh iya, aku hampir lupa untuk mengantarkan surat titipan Yanto ke Yuyun. Akhirnya setelah makan, aku mencari kendaraan yang kira-kira bisa untuk mengantarkanku ke sana. Dan aku pun bertemu dengan bapak penarik delman tadi.

“Pak, tahu alamat ini?” tanyaku sambil menunjukkan surat itu.

Bapak tua itu mengernyitkan dahi. “Tahu, tahu, aku ngerti panggone. Ayo!”

“Alhamdulillah pak, nggih cepet nggih, selak ketinggalan sepur!” kataku.

Delman pun melaju dengan agak cepat. Aku melihat bermacam-macam pemandangan di kota Malang ini. Kota yang sangat ingin dikuasai Belanda sejak dulu, karena menghalang-halangi mereka untuk menjajah negeri ini. Entah apakah rencana orang-orang yang berada di Rengasdengklok untuk kemerdekaan Indonesia ini membuahkan hasil atau tidak. Setidaknya berita tentang kemerdekaan atau apapun tidak tersebar di sini. Masyarakatnya diam saja.

Entah kenapa, aku sangat ngantuk sekali. Mungkin karena terlalu capek, hingga aku pun tertidur sebentar hingga pak kusir membangunkanku.

“Sudah sampai sam!” katanya.

Aku terkejut. Serasa semuanya serba cepat. Aku pun menyuruh pak tua itu untuk menungguku sebentar. Aku melihat sebuah rumah yang sangat besar. Pagarnya pun terbuat dari besi pilihan. Aku bingung bagaimana caranya menyapa penghuni rumah. Ternyata tak sulit karena pagarnya tiba-tiba terbuka oleh seorang gadis yang sangat cantik. Tapi dilihat dari pakaiannya ia tampaknya dari kalangan priyayi.

“Ada apa ya mas ya?” tanyanya. Ia tampak aneh melihatku. Aku lebih aneh melihatnya lagi dengan setelah kemeja ditutupi jas hitam rok selutut dan rambutnya pun pendek seleher, ditambah sepatu hak tinggi mirip noni-noni Belanda. Tapi aku yakin ia orang pribumi.

“Ee...ma'af, apa betul ini rumahnya Yuyun?” tanyaku sambil menyodorkan surat.

“Iya, betul,” jawabnya. Wanita itu melihat sejenak surat itu dan agak merasa aneh. Ia menoleh ke arahku lagi.

“Baiklah kalau begitu, tugas saya selesai bu, mari!” kataku.

“Mari,” katanya ia nyengir saja. Senyumnya tapi ramah sekali. Duh, siapa ya itu koq seperti noni-noni Belanda tapi orang Jawa. Aku pun naik Delman lagi. Setelah itu aku benar-benar ngantuk dan tidak sadar hingga terbangun sudah di depan kantor pos lagi. Akhirnya setelah itu aku pun pulang ke Karawang dengan kereta malam.

***

“Surat dari mana?” tanya Yuyun. Ia sekarang berusia 87 tahun.

“Entahlah nek, orang yang ngirim juga memakai pakaian serba tahun 40-an gitu, seperti pejuang kemerdekaan,” kata Nurmala. Ia adalah cucu Yuyun.

Nurmala menyerahkan surat itu kepada Yuyun.

“Tapi ini anehkan? Nama nenek bisa tertulis lengkap di sini. Tapi nama jalannya saja yang salah,” kata Nurmala. “Jalan Garuda, bukannya ini jalan Sulfat ya nek?”

Yuyun yang sudah tua itu, butuh kacamata untuk bisa membacanya. Ia pun membuka surat itu. Tiba-tiba ia menangis. Air mata mengalir deras di pipinya.

“Ada apa nek?” tanya Nurmala.

Yuyun memeluk surat itu ke dadanya. Dan tiba-tiba ia pun tergeletak di kursi tak sadarkan diri. Nurmala panik, ia segera berteriak minta tolong. Segera saja hampir seluruh isi rumah menghampirinya.

“Telpon ambulan, cepat!!” teriaknya.

Yuyun segera dibawa ke rumah sakit setela itu. Nurmala pun penasaran dengan isi surat tersebut. Akhirnya ia pun membacanya.



Yuyun Sayangku,

Betapa rindunya Kakandamu ini kepadamu. Kanda sudah berjanji akan melamarmu setelah Indonesia merdeka dari cengkraman para penjajah ini. Hari ini tepat tanggal 16 Agustus 1945, kami menjadi tuan rumah bagi dua orang yang paling disegani di negeri ini, yaitu Soekarno dan Muhammad Hatta. Kami sedang merumuskan kemerdekaan RI.

Aku tahu aku hanya oang biasa, hanya pesuruh dan kacung. Tapi aku sudah bertekad, kalau besok Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan, artinya kita bebas. Kita merdeka. Dan kita akan menikah sebagaimana cita-cita kita dulu. Aku berharap semoga Yadrin bisa mengantarkan surat ini kepadamu. Semoga juga aku bisa datang kepadamu, terkirim cintaku untukmu.



Yanto

16 Agustus 1945



Nurmala terkejut bukan main. Tangannya bergetar hebat membaca surat itu. Matanya berkaca-kaca seakan-akan tak percaya terhadap apa yang baru saja ia baca. Surat ini berasal dari tahun 1945. Ibunya pernah bercerita bahwa neneknya pernah jatuh cinta kepada seorang pemuda bernama Yanto ketika masa kemerdekaan dulu. Namun, karena tak ada kabar, akhirnya nenek menikah dengan orang lain. Sayangnya Yanto datang dua kemudian, ia patah hati melihat Yuyun menikah dengan lelaki lain. Ia pun marah kepada Yadrin karena dianggap tidak amanah karena tidak mengirimkan surat yang ia titipkan. Tapi Yadrin bersumpah telah mengirimkan surat itu, sehingga Yanto menganggap Yuyunlah yang berbohong dan memang mengkhianatinya.

Alhasil cinta mereka pun kandas. Namun surat yang seharusnya diterima 67 tahun yang lalu sekarang telah diterima. Nurmala sangat penasaran bagaimana orang tadi bisa mengirimkan surat ini. Hal itu membuatnya makin penasaran lagi setelah ia menjenguk neneknya. Yuyun selalu mengigau “Yanto, Yanto, aku sudah terima suratmu. Aku sudah terima suratmu. Maafkan aku!”

Nurmala hanya bisa melihat neneknya yang tergolek lemas sambil terus mengigau. Tampak selang infus terpasag di lengan kirinya. Surat itu terus dilihatnya, menjadi sebuah saksi bisu, apakah si pengantar itu datang dari masa lalu, ataukah hanya sekedar orang yang berpakaian iseng dan memberikan sesuatu untuk menyakiti hati neneknya?



Tamat

Minggu, 21 Oktober 2012

Jangan Janjikan Selamanya - #1Hari1Puisi


Jangan Janjikan Selamanya

@athya_


Kita, aku dan kamu,
Tak pernah benar benar tahu apa itu selamanya.
Tak pernah benar benar mencari berapa lamakah selamanya.
Atas nama sok tahu, kita sering mengatakannya.

Apakah selamanya berarti hingga salah satu dari kita mati atau salah satu dari perasaan kita yang mati?

Apakah selamanya berarti hingga salah satu dari kita kembali atau salah satu dari kita saling memunggungi?

Sayang,
Jangan janjikan aku selamanya.
Janjikan aku semampumu. Kemampuanmu.

Jika di salah satu persimpangan kau berkata tak mampu, maka ijinkan aku menjelma jadi kuatmu.

Sabtu, 20 Oktober 2012

Rindu - #1Hari1Puisi



                            Rindu 



Terkadang logikaku pun tak mampu berpikir
Mengapa hati seolah terkilir
Rindu itu membuatku hidup tanpa pikir
hingga penuh rasa takut,
ini adalah akhir

Kamis, 18 Oktober 2012

Mengagumi Senja - #1Hari1Puisi

Mengagumi Senja



Mengagumi senja,
Seperti mengagumi dua sisi dalam kamu
Merona dalam semburat jingga bahagia
Meredup dalam sendu hati yang meragu.


Selasa, 16 Oktober 2012

Jangan Kau Gubris - #1Hari1Puisi

Jangan Kau Gubris 

Yang bisa ku lakukan hanya menulis.
Hingga semua perih terkikis.
Mengingat ironi yang awalnya terasa manis.
Dan berujung bau amis.

Yang bisa ku lakukan hanya menulis.
Hingga jiwa ini berhenti menangis.
Mengingat hati telah teriris.
Karena dunia yang terlalu miris.

Yang bisa ku lakukan hanya menulis.
Hingga di wajah ini terbentuk senyum tipis.
Mengingat beban di pundak yang berlapis-lapis.
Yang nampaknya sangat tak logis.

Yang bisa ku lakukan hanya menulis.
Jangan kau gubris.
Aku memang hanya bisa menulis.

Senin, 15 Oktober 2012

Project Menulis: #1Hari1Puisi

Nulis Buku Club Malang kembali mengajak teman-teman untuk produktif menulis dan menyalurkan bakat pujangga menjadi sebuah kebiasaan rutin. Syarat tulisan:
  1. Tulisan berbentuk puisi bertema bebas
  2. Menggunakan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan baik dalam pemilihan kata maupun tanda baca.
  3. Kirim naskah tersebut ke : nulisbukumlg@gmail.com dalam bentuk attachment file berformat .txt atau langsung dicopy-paste sebagai body text, jangan lupa cantumkan akun twitter/nama FBmu. 
  4. Subject email: #1Hari1Puisi (spasi) Judul (spasi) 
  5. Masing-masing penulis hanya boleh mengirimkan satu puisi setiap harinya
  6. Deadline setiap hari pukul 24.00 WIB

#Project2012 #JejakSajak


Nulis Buku Club Malang kembali mengajak teman-teman untuk menerbitkan sebuah buku Antologi Puisi: #JejakSajak yang berlangsung selama bulan Oktober - November. Adapun syarat dan ketentuan yang berlaku adalah:
  1. Tulisan berbentuk puisi dengan tema yang sudah ditentukan.
  2. Tema: #Hitam #Sudut #Jemari #Angin #Pasir #Tumbal #Saputangan
  3. Menggunakan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan baik dalam pemilihan kata maupun tanda
  4. Kirim naskah tersebut ke : nulisbukumlg@gmail.com dalam bentuk attachment file berformat .doc
  5. Font Times New Roman, 12pt, spasi 1,5.
  6. Subject email: #JejakSajak (spasi) Tema (spasi) Judul (spasi) akun twitter
  7. Masing-masing penulis mengirimkan minimal 3 dan maksimal 7 karya dengan tema yang berbeda
  8. Menyertakan biodata singkat, alamat blog/website (bila ada) dan foto diri
  9. Ini adalah proyek non profit sehingga penulis tidak akan mendapatkan royalti atas naskah yang dibukukan
  10. Deadline tanggal 15 November 2012 dan buku akan diterbitkan pada awal Desember 

Selamat Menulis

Minggu, 14 Oktober 2012

Estafiction : Kebohongan

Estafiction adalah cerita pendek yang dirangkai oleh beberapa orang yang berbeda. Sambung-menyambung tanpa jeda. Menjadi agenda rutin yang menutup #SoreHore bersama Nulis Buku Klub Malang. Berikut adalah estafiction yang sempat terangkum hari itu:


Kebohongan, kata leluhurku adalah rahim dari segala dosa. Tapi di dunia ini sekarang, di segala penjuru aku menemui kebohongan. Pun dalam mencintai kebohongan itu tampak. Tuhan juga sering berbohong dengan dalih cintanya, sangkaku. Semua pendosa, semua berbohong. - @harrissuhud
                Kebohongan Tuhan tertutup dari kalian yang mengagumi pengasih dan penyayang, dari kalian yang melihatnya Maha Pemurah. Aku pernah bermimpi dan kemudian aku membaca sebuah kebohongan Tuhan. Manifestasi tebasan pedang, cambuk cemeti dan penggalan kapak merupakan cerminan balik dari Maha Pemurah. Tuhanku juga Maha Memburu Kesalahan dalam setiap kejujuran dan kebohongan. - @nizalSaphire
                Siapakah orang yang dapat aku percaya? Tuhan pun sering berbohong di atas segala dalih-dalih. Apa masih ada sebuah kepercayaan? Kepercayaan yang entah terselimuti dengan kebohongan atau masih ada murni sebuah kepercayaan. Rasa percaya kepada orang untuk tak berbohong seakan gading yang selalu bisa retak. - @pencarikata
                Tuhan berbohong, aku juga bisa, pikirku. Tuhan berbohong kepadaku bahwa bahagia adalah mukjizat dan aku berbohong bahwa aku bisa menikmatinya. Lantas siapa lagi yang bisa aku percaya? Bohong... bohong... bohong... bahkan Yang Maha Esa pun kuanggap berbohong. - @sindyasta
                Sekalipun ataupun berkalipun Tuhan berbohong atas segala dalilnya, aku yakin. Masih ada tempat kosong untuk sebuah kejujuran. Kejujuran sederhana yang membuang segala topeng kebohonganku untuk bisa menerimanya.- @rdyanuarini
                Padaku, Tuhan pernah berjanji ada neraka dan surga. Padaku, kau pernah berikrar tak ada cinta seabadi ini. Padaku, ibu pernah jujur bahwa surga bukan di telapaknya. Maka pada anakku kelak akan kukumandangkan dengan lantang: bohong dan jujur, nak, adalah kembar siam dari rahim yang berbeda.- @tiandaism
                Aku tak pernah membenci kebohongan atau kejujuran. Di mataku, keduanya sama. Malam itu, saat kebohongan tak dapat kuterjemah sebagai neraka dan kejujuran sebagai surga, dia kekasihku, yang tanpa berkata sepatah kata, aku katakan padanya, “Kasih, aku mencintaimu apa adanya....” - @harrissuhud


Sebab, bohong dan jujur bukan tentang apa yang ingin kau katakan
Tapi tentang apa yang ingin aku dengarkan....


Houtenhand, 14 Oktober 2012

Selasa, 09 Oktober 2012

[OUT NOW] ANTOLOGI CERPEN : PULANG #Project2012



Bagaimana seandainya waktu sedang tidak berpihak kepada kita 
wahai sepasang yang dipecundangi oleh jarak? 
Masihkah kau setia menunggu aku pulang 
atau melepasku terbang hilang tak harus kembali?
Ini tentang jarak dan segenap koalisinya dengan waktu
 Ini tentang jarak yang selalu angkuh tak tersentuh
Ini tentang jarak yang antipati kepada rindu
Kau adalah momentum petang 
tempat aku selalu ingin berpulang merasakan tenang


 Selamat kepada nama-nama yang tercantum di bawah ini :
  • Aku Lebih Dulu - @wishnumahendra
  • Mengulang Malang Dalam Kenang - @siwimars
  • Pulang Pada Sebuah Kenang - @sindyasta
  • Stasiun Harapan - @isyiamanda
  • Pulang Menghilang - @deanovs
  • Namaku Frea - @chiputputri
  • Tentara - @jw_rome
  • Pesan Rindu Kepada Waktu - @mahilamoti
  • Memories - @nitawanita
  • Aku Malu, tapi Aku Harus Pulang - @avis_sawohan
  • Kota Ziarah - Dian Nuriyanti
  • Pulang ke Pangkuan - @mareretha
  • Pulanglah Padanya - @tiandaism
  • Selembar Tiket Kereta Api - @pencarikata

Buku dapat dipesan melalui 08991871543 seharga Rp. 35.000 (belum termasuk ongkir)